Lukisan Dinding Roma: Abad I – III Masehi
Lukisan dinding jauh lebih rentan jika dibandingkan dinding itu sendiri, makatidak mengherankan kalau lukisan dinding dari masa Kekaisaran Roma tidak banyak yang tersisa. Banyak lukisan dinding yang masih selamat justru karena bencana alam yang membuatnya tertimbun dalam abu dan pasir, atau memang lukisan itu dibuat di bawah tanah.
Lukisan dinding jauh lebih rentan jika dibandingkan dinding itu sendiri, makatidak mengherankan kalau lukisan dinding dari masa Kekaisaran Roma tidak banyak yang tersisa. Banyak lukisan dinding yang masih selamat justru karena bencana alam yang membuatnya tertimbun dalam abu dan pasir, atau memang lukisan itu dibuat di bawah tanah.
Sebagai contoh yang ada di Pompeii, Doura-Europos dan Makam Romawi.
Mereka tidak terlalu terkenal, tetapi mereka menunjukkan bahwa dalam
komunitas Roma, sudah sewajarnya rumah didekorasi dengan lukisan. Sama
halnya dengan menghias lantai dengan mozaik.
Lukisan Dinding Buddha: Abad V – VIII Masehi
Biarawan dan peziarah memainkan peranan penting dalam praktek Buddha. Keduanya tertarik untuk tinggal (bersemedi) dalam gua di tempat terpencil. Dan kelimpahan cerita Mahayana Buddha (bercerita tentang perjalanan Buddha di kehidupan sebelumnya di bumi) yang menyediakan sumber yang kaya sebagai subjek lukisan dinding gua.
Biarawan dan peziarah memainkan peranan penting dalam praktek Buddha. Keduanya tertarik untuk tinggal (bersemedi) dalam gua di tempat terpencil. Dan kelimpahan cerita Mahayana Buddha (bercerita tentang perjalanan Buddha di kehidupan sebelumnya di bumi) yang menyediakan sumber yang kaya sebagai subjek lukisan dinding gua.
Dua tempat memperlihatkan secara jelas peranan penting lukisan gua Buddha sejak abad V masehi.
Salah satunya adalah Ajanta, sebuah tempat yang lama dilupakan hingga
ditemukan pada 1817. Lainnya adalah Dunhuang, salah satu pos oasis besar
di Jalan Sutra.
Di Ajanta, terdapat sekitar 30 ruang/gua arsitektural di tebing
curam yang mengapit jurang. Beberapa di antaranya adalah wihara atau
biara, dengan ruangan untuk para biarawan di sekitar ruang tengah.
Lainnya chaitya atau tempat pertemuan, dengan stupa tengah kecil sebagai
objek untuk beribadah dan merenung.
Lukisan yang terdapat di dalamnya bervariasi dari ketenangan seorang
Buddha hingga kehidupannya yang aktif dan penuh keramaian, kadang-kadang
memperlihatkan bentuk tubuh wanita yang lebih terkenal di kesenian
patung India dari pada lukisan. Lukisan terakhir berasal dari abad VIII,
setelah kemerosotan Buddha di India menyebabkan tempat indah terpencil
ini semakin diabaikan dan selanjutnya terlupakan sepenuhnya.
Dunhuang, yang terletak di salah satu rute perdagangan terbesar di
dunia, merupakan tempat yang lebih sibuk daripada Ajanta. Dunhuang
mempunyai mempunyai 500 gua, yang secara keseluruhan diberinama Gua
Seribu Buddha. Lukisan dinding yang ada di sini pembuatannya terbentang
tiga abad, dari abad V hingga abad VIII Masehi. Lukisan di gua-gua awal
(dibuat pada batu lunak yang dilubangi seperti di Ajanta) terlihat
dipengaruhi budaya Asia Tengah dan juga India –daerah yang dilewati
Buddha dari China- tetapi kemudian lukisan yang ada sepenuhnya
memperlihatkan gaya China.
Dunhuang tidak seperti Ajanta, tidak pernah dilupakan dan hilang.
Tetapi salah satu guanya ditutup terhadap penyusup/pendatang. Penemuan
kembali pada 1899, gua ini ditemukan mempunyai contoh yang sangat indah
dari lukisan pada sutra China dan merupakan buku cetak pertama di dunia
yang diketahui.
sumber : http://www.lukisan.info/art/sejarah-seni-lukis-lukisan-dinding-mural/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar